TEORI CONDITIONING (GUTHRIE)

PENERAPAN TENTANG TEORI CONDITIONING (GUTHRIE)

Uraian ini tentang teori conditioning oleh Guthrie yang kami anggap penting untuk diketahui. Guthrie mengemukakan bagaimana cara/metode untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan teori conditionig.
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi/respons dari perangsang/stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikian seterusnya sehinga merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulang ulangan/latihan yang berkali kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tinkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.
Sebagai penjelasan kami berikan dari percobaan pavlov sebagai berikut: pada mulanya anjing bercobaan keluar air liur ketika disodorkan makanan.  Setelah berkali-kali sambil menyodorkan makanan dilakukan juga menyorotkan sinar merah kepada anjing itu; pada suatu ketika hanya dengan menyorotkan sinar merah, anjing itu keluar juga air liurnya. Jadi dalam hal ini terjadi asosiasi yang makin kuat antar sinar merah (stimulus) dengan keluarnya air liur (respons). Yang penting pula diperhatikan dalam percobaan itu ialah; dapat diubahnya suatu stimulus (unit) tertentu dengan stimulus yang lain. Karena itu, menurut guthrie untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik , harus dilihat dalam rentetan deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian kita usahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik itu atau menggantinya dengan yang lain/yang seharusnya.
Berikut ini sebuah contoh sebagai penjelasan. Seorang ibu datang menanyakan kepada guthrie, bahwa anak perempuannya setiap pulang dari sekolah selalu melemparkan tas dan pakaiannya ke sudut kamarya, kemudian ganti pakaian dan terus makan tanpa meletakkan tas dan pakaiannya pada gantungan yang telah tersedia untuk itu. Teguran-teguran ibu untuk menggantungkan tas dan pakaian pada tempatnya, hanya berlaku satu atau dua hari saja, sesudah itu kebiasaan yang buruk berulang lagi. Bagaimana cara memperbaiki kebiasaan buruk pada anak tersebut?
Guthrie menyarankan (sesuai dengan teoriconditioning) perbaikan seperti berikut:
Teguran ibu jangan hanya menyuruh menggantungkan tas dan pakaiannya sesudah anak itu makan, akan tetapi anak tersebut harus disuruh memakai pakaian itu lagi dan menyandang tasnya dan kemudian anak itu masuk kerumah lagi terus menggantungkan tasnya dan pakaiannya, berganti pakaian, dan selanjutnya makan. Jadi proses berlangsungnya unit-unit tingkah laku itu harus diulang dari semula.
Jika kita terapkan dalam pendidikan contohnya: seorang murid meminjam penghapus papan tulis ke kelas lain, anak itu masuk kelas tanpa mengucap salam, lari mengambil penghapus yang ada dimeja guru, ambil penghapus, kemudian lari keluar. Jika kita melihat dari teori ini perbaikannya adalah ketika anak itu masuk kelas tanpa mengucap salam kemudian berlari mengambil penghapus yang ada dimeja guru, guru harus memberitahu dahulu, kemudian anak itu disuruh keluar lagi dari kelas, sambil mengucapkan salam, minta izin untuk meminjam penghapus,  mengambil penghapus tanpa berlari, ambil penghapus, lalu keluar kelas tanpa berlari. Jika hal itu terulang lagi guru harus menyuruh atau mengulang lagi proses tingkah laku seperti itu sampai kebiasaan buruk itu berubah menjadi kebiasaan baik seperti yang diinginkan oleh guru. Perbaikan yang dilakukan oleh guru ini memang tidak akan menghasilkan perbaikan yang cepat, karena terjadi tingkah laku yang baru pada diri siswa tersebut, maka harus dilakukan dengan berulang ulang.


Referensi: M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR (DKB)

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Berkait dengan kegiatan diagnosis. Diagnosa untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk dapat lebih banyak mengerti masalah secara menyeluruh. Sedangkan diagnosis yang mengklasifikasi masalahmerupakan pengelompokan masalah sesuai ragam dan sifatnya. Ada masalah yang digolongkan kedalam masalah yang bersifat vokasional, pendidikan, keuangan, kesehatan, keluarga dan kepribadian. Kesulitan belajar merupakan problem yang nyaris dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Diagnosis dapat diartikan sebagai:
1.    Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms);
2.    Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
3.    Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya:
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri, menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.
Sementara itu Siti Mardiyanti menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.
B.     Karakteristik Anak Kesulitan Belajar
Berbagai masalah anak kesulitan belajar secara umum menyangkut kemampuan akademik dasar seperti calistung (membaca,menulis, dan berhitung). Hal ini menyebabkan anak kesulitan belajar sulit untuk diidentifikasi hingga mereka masuk sekolah dan mengalami masalah prestasi akademis. Tanda anak yang mengidap kesulitan belajar antara lain:
1.    Perkembangan terlambat
Secara performance anak yang jauh tertinggal dengan teman seusianya menjadi indikator adanya kelainan perkembangan pada anak berkesulitan belajar. Perkembangan ini menyangkut keterlambatan berbahasa, misal: sulit mengerti kata -kata, sulitberbicara sesuai dengan anak sebayanya. Keterlambatan ini juga bisa dilihat dari proses pertumbuhanya, seperti terlambat berjalan atau terlambat berdiri. Hal lain, ketertinggalan dalam memahami arahmengenal bentuk huruf, pelafalan kata atau hitungan. Hasil studi menunjukan anak yang terlambat perkembangannya juga mengalami keterlambatan di sekolah.
2.    Penampilan tak konsisten.
Anak kesulitan belajar mampu melakukan soal matematika dari guru saat ini, tapi jika mendapat soal itu pada pekan depania takmampu untuk menyelesaikannya. Kesulitan ini diprediksi karenakemampuan mengingatnya. Ketidak-konsisten anak kesulitan belajar juga bisa berupa tulisan yang jelek namun hasil lukisanya bagus, danbisa juga lebih bisa mengerjakan sesuatu dengan baik di rumahdaripada di sekolah.
3.    Kehilangan minat belajar
Sebenarnya anak kesulitan belajar suka belajar, namun antusiamenya kian berkurang begitu masuk sekolah karenamengalami gangguan pemrosesan informasi yang butuh daya ingatdan pengorganisasian informasi dalam jumlah besar. Tanda-tandayang bisa dilihat dengan jelas: suka menunda-nunda pekerjaan, sepertimengerjakan tugas belum selesai dan mengatakan akanmengerjakannya di sekolah.
4.    Tak mencapai prestasi seperti yang diharapkan
Adanya kesenjangan antara potensi dan prestasi yangditunjukan anak dapat menjadi ciri utama bagi yang mengalamikesulitan belajar. Misal, anak 8 tahun kelas tiga SD, dengan IQ 139 dengan kemampuanya bisa menguasai materi kelas 4 bahkan kelas 5.hambatan ini disebabkan ketidakmampuan belajar mandiri.
5.    Masalah tingkah laku yang menetap
Anak kesulitan belajar umumnya mempunyai masalah perilaku. Masalah perilaku ini, seperti cepat mengambek dan marah.Anak yang mengalami kesulitan persepsi visual dan bahasa akan sulitmemahami dan mengingat informasi, sehingga sering terkesan sukardiatur dan kasar. Tingkah laku ini tentunya tidak disadari oleh anak.Kesulitan muncul saat anak masuk sekolah, karena sekolah secaraintern menuntutnya berperilaku baik. Di sekolah mungkin ia berhasilmengendalikan diri, namun di rumah ada perubahan mood yangmencolok. Hal ini yang menyebabkan anak learning disabilitiessering dianggap keras kepala, malas, tak peka, tak bertanggung jawabdan tak mau bekerja sama.
6.    Kurangnya kepercayaan diri dan harga diri
Anak sering menggangap dirinya bodoh karena tak dapatmeraih prestasi yang baik di sekolah, tak dapat memenuhi harapanorang tua, tak dapat diterima kelompok. Adanya rendah diri ini akanmenurunkan motivasi akademis mereka. Anak kesulitan belajar rentan terhadap situasi yang membuat mereka mudah putus asa dan berhentimencoba (learned helpess).

Menurut Sutjihati Somantri, tidak ada seperangkat karakteristik yang baku pada anak kesulitan belajar, sebagian mungkin menunjuk pada aspek kognitif, dengan masalah-masalah khusus seperti membaca, berhitung, dan bahkan berfikir.  Masalah lain bisa jadi berupa pada aspeksosial, seperti hubungan dengan orang lain, konsep diri, dan perilaku-perilaku yang tak layak. Sementara yang lainya mungkin bermasalah pada aspek berbahasa, baik berupa kesulitan mengekspresikan diri secara lisan maupun tertulis, atau dalam psikomotorik.
Menurut Ahmad Sudrajat kesulitan belajar dimanifestasikan dalamperilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif.Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar,antara lain:
1.    Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilaiyang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2.    Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
3.    Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4.    Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.    Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu didalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.    Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung,mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalammenghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilairendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dansebagainya.
C.    Gejala dan Ciri Kesulitan Belajar
1.    Gejala kesulitan belajar
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri, individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut:
a.    Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
b.    Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah dibanding sebelumnya.
c.    Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
d.   Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
e.    Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
f.     Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
g.    Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
2.    Ciri kesulitan belajar
Adapun ciri-ciri kesulitan belajar yang dialami oleh siswa seperti berikut ini:
a.    Gangguan persepsi visual
1)   Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskan kembali
2)   Sering tertinggal huruf dalam menulis
3)   Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya ibu jadi ubi
4)   Sulit memahami kanan dan kiri
5)   Bingung membedakan antara obyek dengan latar belakang
6)   Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki, dan lain-lain)
b.    Gangguan persepsi auditori
1)   Sulit membedakan bunyi: menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
2)   Sulit memahami perintah terutama perintah yang diberikan dalam jumlah banyak dan kalimat yang panjang.
3)   Bingung dan kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru sehingga sulit mengikuti diskusi karena saat mencoba mendengar sebuah informasi sudah mendapatkan gangguan dari suara lain di sekitarnya
c.    Gangguan bahasa
1)   Sulit menangkap dan memahami kalimat yang dikatakan kepadanya
2)   Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan
d.   Gangguan persepsi –motorik
1)   Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, melipat, menempel, menulis rapi, memotong, dll)
2)   Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam eraknya
e.    Hiperaktivitas
1)   Sukar mengontrol aktivitas motorik dan selalu bergerak/menggerakkan sesuatu (tidak bisa diam)
2)   Berpindah-pindah dari satu tugas ke tugas berikutnya tanpa menyelesaikan terlebih dahulu
3)   Impulsif
f.     Kacau (distractibility)
1)   Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
2)   Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan-urutan dalam proses berpikir
3)   Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan (melamun/berhayal saat belajar di kelas)
D.    Langkah-Langkah Mengatasi Kesulitan Belajar
Menurut Etty Kartikawati dan Willem Lusikooy, langkah-langkah diagnostik terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu:
1.    Identifikasi kasus
a.    Tujuannya: untuk mencari dan menemukan di antara siswa-siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar yang serius dan yang memerlukan bantuan.
b.    Tekniknya: dengan memanfaatkna catatan atau rekaman tentang hal ikhwal yang menyangkut kegiatan belajarnya untuk dianalisis.
c.    Prosedurnya: mengumpulkan nilai-nilai dari seluruh bidang studi dalam satu kelas untuk:Dihitung bagaimana rata-rata bagi setiap guru, kemudian dihitung nilai rata-rata seluruh siswa di kelas itu, lalu buat grafik untuk mengetahui posisi siswa dalam kelas berdasarkan nilai rata-rata itu, setelah itu, dapatlah diketahui bahwa ada siswa yang nilai rata-ratanya berada di bawah rata-rata umum kelas, ditandai sebagai siswa yang berprestasi rendah dan ia tentu mengalami kesulitan belajar, pada akhirnya ditetapkan siswa-siswa yang paling banyak mengalami kesulitan belajar adalah mereka yang mengalami nilai rata-ratanya di bawah rata-rata nilai umum kelas, misalkan nilai-nilai yang paling rendah adalah bidang studi Bahasa Indonesia dan Matematika.
2.    Melakukan diagnosis
a.    Tujuan: mengetahui secara tepat lokasi kesulitan belajar tersebut dalam bidng studi apa saja. Juga untuk mengetahui secara pasti jenis kesulitan yang dialami serta enemukan latar belakang apakah yang menyebabkan timbulnya kesulitan.
b.    Teknik: melakukan analisis documenter, melakukan wawancara, melakukan observasi (pengamatan), melakukan tes dalam berbagai jenisnya, melakukan pengukuran dengan teknik sosiometri.
c.    Prosedurnya: Menyusun rata-rata nilai dari nilai bidang studi, membuat grafik tentang kedudukan siswa yang mengalami kedulitan belajar dalam bidang studi tersebut, kemudian menetapkan tempat (elokasi) dalam bidang studi apa saja bagi siswa tersebut, mengalami kesulitan belajar, hal ini dapat pula dibantu oleh rapor dan hasil ulangan, dan menetapkan siswa mana yang mendapat prioritas pelayanan karena paling banyak menemui kesulitan belajar.
d.   Menetapkan jenis dan macam kesulitan yang dihadapi siswa dengan cara:Menganalisis hasil pekerjaan siswa dalam bidang studi tertentu yang diduga menimbulkan kesulitan kepadanya, guru bidang studi yang bersangkutan diwawancarai, siswa yang bersangkutan diwawancarai, melakukan tes (psikotest atau  diagnostic tes).
e.    Berusaha mengungkapkan latar belakang kesulitan, dengan cara-cara:
1)   Menganalisis dokumen-dokumen tentang data siswa yang bersangkutan yang mencakup: indentitas pribadi, riwayat pendidikan, prestasi belajar, latar belakang kehidupan keluarga, bakat dan minatnya, kecerdasan, cita-citanya, pribadi serta lingkungannya (social dan kulturalnya), kesehataa, kegemaran (hobby).
2)   Melakukan wawancara dengan siswa,orang tua siswa yang bersangkutan, dan seterusnya.
3)   Melakukan pengukuran dimensi hubungan sosialnya dengan sosiometri.
4)   Melakukan pengamatan (obsevasi) terhadap siswa yang bersangkutan pada waktu belajar.
3.    Melakukan prognosis
a.    Tujuan: untuk menetapkan macan dan teknik pemberian bantuan yang sesuai dengan corak kesulitan yang dihadapi siswa.
b.    Prosedur:
1)   Bila siswa menemukan kesulitan disebabkan oleh latar belakang pribadi, maka hendaknya diberikan bantuan melalui konseling.
2)   Bila disebabkan oleh gangguan mental, nervus, gangguan kesehatan jasmani dan sebagainya, maka hendaknya dilimpahkan kepada dokter ahli yang bersangkutan.
3)   Bila berlatar belakang pada sikap social, maka perlu diberi bantuan dengan menggunakan bimbingan kelompok, karena dengan cara ini siswa akan dilatih kembali untuk bersikap social yang memungkinkan ia dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, juga dengan memberikan tugas kegiatan tertentu yang membawanya kea rah hidup saling membantu, maka siswa yang bersangkutan akan terpupuk rasa sosialnya.
4.    Melakukan langkah pemberian bantuan
a.    Tujuan: untuk memberikan bantuan kepada siswa yang bersangkutan agar mampu mengatasi kesulitan belajar yang dialami dengan kemampuan sendiri sehingga dapat mencapai hasil yang optimal serta dapat bersikap menyesuaikan diri yang sehat.
b.    Teknik: memilih salah satu teknik pemberian bantuan yang telah dipilih yang meliputi:
1)   Remedial Teaching: memberikan pelajaran tambahan berupa kursus-kursus (private less) dan cara lain tentang bidang studi yang lemah, dengan tujuan agar kelemahan tersebut bagi siswa yang bersangkutan dapat ditingkatkan kemajuannya (disembuhkan).
2)   Memberi konseling kepada siswa yang bersangkutan tentang hal-hal yang menghambat kemajuan belajarnya.
3)   Melakukan bimbingan kelompok terhadap siswa yang dihambat oleh sikap sosialnya yang kurang dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan.
4)   Melakukan perlimpahan (referral) kepada ahli lain di bidangnya.
5.    Melakukan tindak lanjut (follow up servise)
a.    Tujuan: untuk mengetahui sejauhmana hasil pemberian bantuan tersebut yang telah diberikan kepada siswa dalam rangka memperbaiki kegiatan belajarnya lebih lanjut.
b.    Teknik: dengan melakukan tes kemajuan belajar atau psikotes atau dengan memberikan wawancara kepada siswa yang ebrsangkutan tentang kemajuan belajarnya dalam bidang studi tertentu, ditambah lagi dengan melakukan analisis dokumen seperti hasil ulangan, hasil tes. Juga mengadakan observasi (pengamatan) tentang sejauh mana perubahan tingkah laku siswa dalam melakukan kegiatan belajar lebih lanjut.
c.    Prosedur:
1)   Mengetes siswa dalam bidang studi yang semula mengalami hambatan.
2)   Mewawancarai siswa tentang sikap dan penderitaannya mengenai kesulitan-kesulitan yang dirasakan.
3)   Mewawancarai guru bidang studi yang bersangkutan tentang perubahan yang terjadi pada siswa yang bersangkutan, dan juga melakukan wawancara dengan orang tua atau siswa tentang kemajuan belajarnya di rumah dan seterusnya.
4)   Menganalisis tentang informasi dan hasil belajar siswa yang bersangkutan.
5)   Melakukan pengamatan (observasi) kegiatan belajar siswa yang bersangkutan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat di simpulkan bahwa Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis.
Diharapkan siswa dapat mengalami perkembangan yang optimal baik secara akademis, psikologis dan sosial. Perkembangan yang optimal secara akademis diharapkan peserta didik mampu mencapai prestasi belajar yang baik dan optimal sesuai dengan kemampuan, perkembangan yang optimal ditandai dengan perkembangan kesehatan yang memadai, sedangkan perkembang optimal dari segi sosial bertujuan agar setiap peserta didik dapat mencapai penyesuaian diri dan memiliki kemampuan sosial yang optimal. Sehingga melihat kenyataan yang ada di lingkungan kita sekarang tentunya bimbingan dan konseling sangat diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa, sehingga siswa dapat meperoleh prestasi yang baik. Dengan perolehan prestasi yang baik maka tujuan pendidikan akan tercapai, dan juga dapat berguna bagi kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Mohamad. 2007. Psikologi Pembelajaran. (Bandung: CV. Wacana Prima)

Kartikawati, Etty dan Willem Lusikooy. 1994. Materi Pokok Profesi Keguruan. (Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud)

Makmun, Abin Syamsudin. 2009. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset)

Mardiyati, Siti. 1994. Layanan Bimbingan Belajar. (Surakarta: UNS)

Warkitri. 1990. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. (Jakarta: Karunika)

Yusuf, Munawir. 2009. Pendidikan Bagi Anak Dengan Problema Belajar. (Bandung: Tiga Serangkai)


Mutiara Endah.Ciri-Ciri Kesulitan Belajar.http://mutiaraendah.wordpress.com

Makalah Korelasi Pendidikan Islam dan Nasional

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang   Pendidikan Islam merupakan suatu lembaga pendidikan sesuai dengan peraturan pemerintah N...