BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan Islam bertugas
mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya
nilai-nilai islami yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an an
Hadits. Oleh sebab itu pendidikan Islam bertugas di samping
menginternalisasikan (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai islami, juga
mengembangkan anak didik agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai itu secara
dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi idealitas wahyu Tuhan. Hal
ini berarti bahwa pendidikan Islam secara optimal harus mampu mendidik
anak didik agar memiliki “kedewasaan dan kematangan” dalam beriman, dan
mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi pemikir sekaligus
pengamal ajaran Islam.[1]
Tujuan pendidikan sebagaimana
di sebut di atas harus dicapai dengan baik oleh pendidik dengan berbagai
strategi yang relevan. Beberapa strategi penajaran yang diterapkan guru di
sekolah memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai kebutuhan siswa dan tujuan
yang diharapkan. Namun ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali
pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan
kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan salah satu konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.[2]
Dalam
kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru
datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.
Atas dasar pemikiran di atas
jelas bahwa pembelajara Agama Islam membutuhkan strategi yang relevan dengan
kebutuhan siswa dan tujuan pembelajaran PAI di sekolah-sekolah. Untuk itu dalam
makalah ini kita akan membahas tentang pembelajaran berbasis kontekstual dalam
PAI di Sekolah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pembelajaran kontekstual?
2. Bagaimana asas-asas
pembelajaran kontekstual?
3. Bagaimana pembelajaran
berbasis kontekstual implementasinya dalam PAI di Sekolah?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
konstektual merupakan salah satu strategi pembelajaran baru yang diterapkan
kepada peserta didik. Pembelajaran Konstektual atau Contextual Teaching and
Learning (selanjtnya, akan disingkat CTL) didefinisikan sebagai
sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.[3]
Pembelajaran
kontekstual juga dimaknai sebagai suatu konsep yang membantu guru untuk
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja.[4]
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa konsep pembelajaran CTL merupakan sebuah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan dapat mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Dari
beberapa konsep tersebut, Wina Sanjaya dalam buku Strategi Pembelajaran,
menyebutkan tiga hal yang terkandung dalam pembelajaran CTL, yaitu:[5]
1. CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam
konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi
proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2. CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi
segala bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
B.
Asas-Asas
Pembelajaran Kontekstual
1.
Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi
siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengalaman itu memang
berasal dari luar, akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
Oleh sebab itu pengalaman terbentuk oleh dua faktor penting yaitu obyek yang
menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk menginterpretasi obyek
tersebut.[6]
2. Inquiry
Asas kedua
dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis.Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus
dihafal,akan tetapi meransang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.[7]
Penggunaan
teknik ini memiliki tujuan agar siswa terangsang oleh tugas dan aktif mencari
serta meniliti sendiri pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri dan mereka
belajar bersama dalam kelompok. Diharapkan juga siswa mampu mengemukakan
pendapatnya dan merumuskan kesimpulannya.[8]
3.
Bertanya
Belajar
pada dasarnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dianggap
sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,sedangkan menjawab
pertanyaam mencerminkan kemampuan sesorang dalam berpikir. Dalam proses
pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat
penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.[9]
Kemampuan
bertanya memiliki pengaruh yang sangat berarti, tidak hanya pada hasil belajar
siswa, tetapi juga pada suasana kelas baik sosial maupun emosional. Dengan
bertanya akan membantu siswa belajar dengan kawannya, membantu siswa lebih
dalam menerima informasi atau dapat mengembangkan keterampilan kognitif tingkat
tinggi.[10]
4.
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam CTL
penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran
melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan
belajarnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat
didorong untuk membantu yang lambat belajar.[11]
5.
Pemodelan (Modelling)
Yang
dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru
memberikan contoh bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing.guru olahraga
memberikan contoh bagaimana cara melempar bola dan lain sebagainya.
6.
Refleksi (reflection)
Refleksi
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran
yang telah dilaluinya.Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan
yang telah dibentuknya.
7.
Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian
nyata (authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau
tidak. Apakah pengetahuan belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif
terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian
yang autentik dilakukan secara inetgrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian
ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan hasil belajar.[12]
C.
Pembelajaran
Berbasis Kontekstual Implementasinya dalam PAI di Sekolah
1.
Aspek Keimanan/Aqidah
Diantara
cara yang perlu ditempuh untuk mengembangkan pembelajaran PAI aspek keimanan
melalui pendekatan kontekstual adalah dengan mengajak peserta didik untuk
mengamati dan mengkaji peristiwa-peristiwa kehidupan (sebagai laboratorium
PAI), baik yang berkaitan dengan fenomena alam, fenomena sosial, psikologi dan
budaya.[13]
Dari hasil
pengamatan dan kajian peristiwa-peristiwa kehidupan tersebut pada gilirannya
terjadi proses internalisasi nilai-nilai keimanan, untuk selanjutnya akan
menumbuhkan motivasi dalam diri seseorang untuk menjalankan dan mentaati
nilai-nilai dasar agama yang telah terinternalisasikan dalam dirinya.
2.
Aspek Al-Qur’an dan Hadis
Adanya
kandungan makna redaksi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis yang zanny ad-dalalah,
yaitu kandungan makna ayat atau hadis yang bersifat tidak pasti (relatif)
karena masih terbuka kemungkinan makna yang lain, sehingga akan memberi peluang
untuk mengembangkan pembelajaran PAI (aspek Al-Qur’an dan Hadis) dengan
pendekatan kontekstual.[14]
3.
Aspek Fiqih (Hukum Islam)
Penggunaan
pedekatan kontekstual dalam mata pelajaran PAI pada aspek fiqh bersifat lebih
kontekstual, lebih dipengaruhi situasi dan kondisi, sejalan dengan tuntutan
zaman dan kemaslahatan. Masalah fiqh memiliki korelasi dengan perkembangan
masyarakat, karena bagaimanapun lengkapnya dalil-dalil yang terdapat dalam
ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis tidak mungkin secara terperinci menjelaskan
segala persoalan kemasyarakatan yang terus berkembang dari zaman ke zaman, dari
satu daerah ke daerah lain, dari satu tingkat peradaban ke peradaban yang lain.[15]
4.
Aspek Akhlaq
Agar
tumbuhnya kesadaran akan sanksi dari luar dan dari dalam dimiliki oleh peserta
didik, maka perlu dikembangkan pembelajaran akhlaq dengan pendekatan
kontekstual. Terapannya bisa dengan menggunakan pendekatan moral reasoning dan
internalisasi dengan tekhnik peneladanan, pembiasaan dan pemotivasian.[16]
5.
Aspek Sejarah Islam
Pembelajaran
sejarah Islam akan sangat menarik bila guru menekankan juga pada pelajaran yang
dapat diambil dari peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan perkataan lain,
pembelajaran sejarah Islam bukan hanya menekankan pada peristiwa secara
tekstual, tetapi perlu dikaitkan dengan konteksnya yang bisa ditarik
hukum-hukum umum serta pelajaran-pelajaran yang berharga bagi pembinaan pribadi
peserta didik.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
dasarnya pembelajaran konstektual merupakan salah satu strategi pembelajaran
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tiga hal
yang terkandung dalam pembelajaran CTL, yaitu: menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata dan
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.
Asas-asas
yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual adalah: Konstruktivisme, Inquiry,
Bertanya, Masyarakat Belajar (Learning Community), Pemodelan (Modelling),
Refleksi (reflection), Penilaian Nyata (Authentic Assessment).
Serta implementasi pembelajaran berbasis kontekstual dalam pai di sekolah
meliputi: aspek keimanan/aqidah,
aspek al-qur’an dan hadis, aspek fiqih (hukum islam), aspek akhlaq, aspek sejarah islam.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2003. Ilmu Pendidikan Islam.
(Jakarta: Bumi Aksara)
Djamarah, Syaifal
Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam
Interkasi Edukatif. (Jakarta: Rineka Cipta)
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. (Jakarta:
Rajawali Pers)
N.K, Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta:
Rineka Cipta)
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana)
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran
Inofativ-Progresif. (Jakarta: Kencana)
[2] Wina
Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008). 255
[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2008). 255
[10] Syaifal
Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam
Interkasi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). 99
[12] Ibid., 269
[15] Ibid., 270
[17] Ibid., 279
No comments:
Post a Comment